5 Cara Memfokuskan Energi Selama Lembur Kerja Tiada Henti

Pekerjaan itu selalu berupa pasang surut. Terkadang kondisi kerja cukup stabil dan beban kerja terkontrol, tapi terkadang memasuki periode genting yang mengharuskan lembur kerja terus-terusan. Hambatan tak terduga, proyek dengan deadline ketat, hingga saat cuti atau liburan bisa terasa kacau dan penuh tekanan. Menjaga fokus dan energi menjadi hal yang penting ketika tugas berdatangan, menumpuk beban kerja yang sebenarnya sudah penuh. Ketika Anda menghadapi kondisi lembur tiada henti, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk fokus dan mengelola energi dengan lebih produktif seperti berikut.

Terima situasinya. Ketika masa krisis tiba, mudah sekali bagi kita untuk menolak fakta bahwa hal itu terjadi. Kita jadi berharap jika saja kondisi pekerjaan seperti bulan lalu atau memimpikan waktu di mana kita sedang bersantai saat liburan. Pikiran kita yang kemana-mana tentu membuat energi cepat habis karena hanya digunakan untuk membayangkan hal tersebut. 

Para fisikawan menjelaskan resistensi sebagai “tingkatan di mana suatu zat atau perangkat menentang aliran listrik dan menyebabkan disipasi energi.” Dalam konteks saat Anda menghadapi situasi lembur kerja tiada henti, semakin Anda mengelak apa yang terjadi, semakin banyak energi yang akan hilang. Menerima bukan berarti mengalah. Sebaliknya, ini berarti mengiyakan situasi dengan penuh kesadaran sehingga Anda bisa mengambil tindakan yang jelas. 

Amati dan beri label emosi yang Anda rasakan. Proses penerimaan pada dasarnya susah untuk dilakukan apalagi dengan adanya emosi yang timbul akibat kerja lembur tiada henti. Pemikiran negatif seperti ‘Aku tidak melakukan pekerjaan dengan baik’, ‘Aku tidak tahu apakah bisa mengerjakannya hingga selesai’, atau ‘Aku merasa gagal di rumah maupun di tempat kerja’  bisa saja  terus bermunculan. 

David Rock, direktur dari Institut NeuroLeadership, memberikan saran di bukunya “Your Brain at Work”, bahwa dibandingkan dengan menahan atau mengelak emosi, lebih efektif untuk melakukan teknik kognitif dengan labelling. Caranya dengan memberikan label pada emosi yang Anda rasakan. “Seorang eksekutif sukses telah berhasil mengembangkan kemampuan untuk tetap tenang meski berada dalam kondisi sistem limbik yang tinggi,” kata Rock. “Hal ini karena kemampuan mereka dalam melabeli kondisi emosi.”

Di lain waktu saat Anda berada pada kondisi lembur penuh tekanan atau mendapat hambatan dalam pekerjaan, gunakan saran dari Rock untuk berhenti sejenak, pahami pemikiran dan emosi Anda, dan berikan label untuk setiap emosi yang dialami, seperti “tertekan,” “bersalah,” atau “khawatir.” Dengan hanya menggunakan satu atau dua kata, penelitian Rock menunjukkan bahwa Anda bisa mengurangi peningkatan sistem fight-flight dari limbik dan mengaktifkan prefrontal cortex yang bertugas sebagai pengatur kemampuan fungsional. 

Pertahankan hak Anda untuk memilih. Menerima situasi dan melabeli emosi kita bisa membantu mengurangi kekhawatiran yang muncul berbarengan dengan kondisi lembur yang tiada henti. Hal ini sangat penting sesuai dengan penelitian dari Universitas Pittsburgh yang menunjukkan jika kekhawatiran secara langsung berdampak pada fungsi kognitif, apalagi area tersebut bertugas untuk membuat keputusan yang masuk akal. Jangan sampai Anda memiliki mentalitas korban, meyakini jika Anda tidak punya pilihan lain atau tidak memiliki kontrol pada kondisi Anda. Sebaliknya, Anda harus menaruh perhatian yang besar dalam menilai prioritas Anda, memutuskan keputusan yang tak mudah, dan melakukan self-care selagi bisa dilakukan. Contohnya, tanyakanlah pada diri Anda: 

  • Apa 1-2 hal yang menjadi tujuan penting saya hari ini? 
  • Apakah sesuatu yang bisa mengembalikan energi saya (tidur lebih awal sekali dalam satu minggu, mendengarkan lagu favorit, atau tidur singkat saat di pesawat)? 
  • Pada siapa atau apa saya harus mengatakan “tidak”? 

Berkomunikasi dengan teman atau orang terkasih. Orang lain bisa menjadi pemicu terkurasnya energi atau justru menjadi penyemangat selama lembur atau saat mengalami hambatan di tempat kerja. Ambil jeda sebentar dan pertimbangkan bagaimana Anda dapat mendiskusikan kembali deadline, menetapkan batasan yang lebih ketat, atau cari lebih banyak dukungan selama melalui kondisi ini:

  • Negosiasi ulang deadline. Komunikasikan ulang dengan rekan kerja untuk memastikan bahwa Anda bisa dimintai pertolongan saat benar-benar dibutuhkan dan akan mereview tugas tersebut. Di sisi lain, jika Anda khawatir tidak dapat memenuhi tenggat waktu, pastikan untuk menegosiasikan deadline yang baru. Jaga integritas Anda dengan tetap melakukan apa yang sudah Anda komitmenkan, dan katakan dengan tegas saat Anda perlu mengatakan sesuatu yang Anda tidak bisa.
  • Tetapkan batasan yang lebih jelas. Kita harus membuat batasan yang berbeda di kondisi lembur tiada henti atau saat masa genting dalam pekerjaan. Jelaskan kapan Anda bisa mengambil pekerjaan atau tidak secara personal dan profesional, sehingga mereka akan lebih memahami jadwal Anda yang terbatas. 
  • Mintalah bantuan dan dukungan. Banyak dari kita merasa bangga ketika bisa melakukan hal secara mandiri dan tanpa mengganggu orang lain. Tentu saja itu menunjukkan jika Anda memang hebat, tetapi ada kalanya kita perlu meminta bantuan. Mintalah bantuan atau beri tahu lebih lanjut kepada rekan kerja mengenai beban kerja Anda, dibandingkan hanya melakukannya sendirian. 

Berlatihlah mengasihani diri sendiri. Mungkin hal terberat selama Anda lembur tiada henti atau mengalami hambatan kerja adalah betapa mudahnya menyalahkan diri sendiri, terutama ketika Anda tidak bisa mencapai standar yang Anda buat, baik itu di tempat kerja atau di rumah. Annie McKee, penulis dari buku yang baru akan diluncurkan, “How to Be Happy at Work” dan sekaligus co-author beberapa buku tentang kecerdasan emosional, mengatakan hal ini: “Jika Anda benar-benar ingin mengatasi stres, Anda harus berhenti mencoba menjadi pahlawan dan mulai merawat diri Anda sendiri.”

Untuk benar-benar menyayangi diri sendiri, terutama selama masa stres kerja yang akut, terimalah situasi tersebut dengan penuh kesadaran dan belas kasih, pahami dan beri label emosi Anda (jangan menekan atau menyangkalnya), pertahankan hak pilih Anda, komunikasikan dengan rekan kerja dan orang yang Anda cintai, dan mintalah bantuan ketika Anda membutuhkannya. Dengan mengambil tindakan ini, Anda akan melewati masa krisis berikutnya dengan lebih mudah dan damai.

Sumber: Harvard Business Review (Amy Jen Su, 22 September 2017)

Share your love
Facebook
Twitter

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *