Karyawan yang paling sulit untuk diatasi adalah mereka yang selalu menentang. Mereka bisa saja aktif mendebat atau mengabaikan saran, menolak mengikuti instruksi yang tidak mereka setujui, atau terus menerus mengeluarkan komen-komen negatif tentang inisiatif baru. Sering kali, perilaku tersebut mereka lakukan supaya mereka terlihat kuat dan menutupi ketakutan akan perubahan, keengganan untuk mengatasi konflik, maupun kekhawatiran jika mereka terlihat bodoh atau tidak kompeten. Selama 30 tahun pengalaman saya memberikan konsultasi pada perusahaan terbuka dan swasta, setidaknya ada 3 pendekatan berbeda yang bisa membantu Anda mengatasi karyawan yang suka menentang.
Cara pertama bisa dilakukan dengan menyesuaikan tanggung jawab pekerjaan untuk meningkatkan kemampuan mereka. Salah seorang pemimpin fungsional di sebuah perusahaan yang saya berkonsultasi dengan saya, dikenal dan diapresiasi atas keahlian teknikalnya. Tetapi, dia juga seorang manajer yang memperlakukan karyawannya dengan remeh hingga menyebabkan perubahan besar di departemennya. Kapan pun saat manajer atau HR memberikan dia feedback, dia akan mengabaikannya, karena dia merasa mereka tidak memahami apa saja hal yang bisa membawa kesuksesan bagi pekerjaannya.
Memang bukan hal aneh bagi ahli di bidang teknikal yang mengalami kesulitan sebagai manajer. Cara mereka menolak feedback atau dukungan bisa saja dipicu karena besarnya usaha yang sudah mereka lakukan dan tidak mau dianggap sebagai seorang yang gagal. Salah satu solusi yang tepat adalah meningkatkan kemampuan mereka dan meminimalisir tanggung jawab manajerial atau memintanya mengelola tim teknikal secara penuh. Cara ini dinilai sesuai bagi pemimpin fungsional yang semakin kecil tim yang dikelolanya, maka semakin sedikit hambatan yang dihadapi dan semakin berkurang ketidakpuasannya terhadap bawahan maupun atasan.
Alternatif lainnya adalah mengabaikan sementara perilaku seseorang saat mereka beradaptasi di jabatan yang baru. Beberapa karyawan cenderung suka membantah ketika mereka merasa insecure di posisi baru atau dalam perubahan signifikan dalam tanggung jawab mereka. Dibandingkan dengan memberikan nasihat tentang perilaku negatif yang mereka lakukan, akan jauh lebih efektif ketika Anda fokus pada pengetahuan mereka. Anda baru bisa mulai fokus pada perilakunya saat karyawan tersebut sudah lebih familiar dengan perubahan jabatan dan tujuan yang perlu dia capai.
Saya pernah bekerja dengan eksekutif perusahaan nirlaba yang memiliki memori kelembagaan yang baik, namun sangat sensitif dengan kritikan, takut dan menolak perubahan terlebih saat diminta untuk memiliki kapasitas kemampuan tertentu. Dia tidak mau terlihat bodoh, lemah, dan ketinggalan zaman, sehingga membuatnya lebih defensif dan reaktif.
Ini menjadi permasalahan dikarenakan posisinya yang berkaitan dengan para pimpinan yang terus berganti setiap 2-3 tahun, dan dia harus membangun hubungan baik dengan mereka. Namun, perilakunya sebenarnya tidak secara terus-menerus defensif. Di saat dia bekerja dengan seorang pemimpin yang menunjukkan respek terhadap kemampuan dan pengetahuannya, dia akan bekerja penuh loyalitas dan memberikan usaha yang gigih. Dengan menunjukkan apresiasi terhadap pengetahuan yang dimiliki karyawan dan mengabaikan untuk sementara tindakan mereka, hal ini bisa membantu dalam membangun koneksi positif dengan mereka.
Pada akhirnya, Anda juga perlu mempertimbangkan jika ada kemungkinan kalau mereka benar. Di firma jasa tempat di mana saya memberikan konsultasi, seorang kepala departemen yang sudah lama menjabat memberikan komentar negatif tentang perubahan yang ingin dilakukan oleh para pimpinan baru. Dia mulai mengubah sikapnya ketika salah seorang pimpinan baru memperhatikan keluhannya, menggunakan sarannya, dan mengatakan jika “cara lama” yang dia usulkan itu masih bisa diaplikasikan.
Kepala departemen itu pun lebih terbuka untuk mendengar dan menyetujui inisiatif baru dari si pemimpin. Di lain waktu, pimpinan baru juga mulai memberikan tanggung jawab dan kesempatan bagi kepala departemen untuk membagikan pengetahuannya di berbagai bidang di perusahaan. Sesekali, kepala departemen itu masih menyanggah beberapa ide pimpinan baru tersebut, tetapi dia jadi lebih santai saat mengetahui kemampuannya di suatu bidang diperhatikan dengan serius.
Di sisi lain, ketahui di mana Anda harus membuat batasan. Berganti ke klien saya yang lain yaitu seorang pimpinan senior yang direkrut secara eksternal. Dia merasa jika pengalamannya sudah cukup baik dan tidak perlu menyesuaikan dengan nilai budaya dari perusahaan barunya. Ketika perilakunya bertentangan dengan nilai pekerjaan, dan berkaitan dengan respek terhadap perbedaan individu, dia ditegur dan dinasihati berkali-kali oleh rekan kerja di bidang HR. Tetapi, justru dia beranggapan kalau kinerjanya dalam keuangan bisa melindunginya.
Bahkan, dia secara terang-terangan mengatakan pada rekan kerjanya kalau dia tidak mau mendengarkan saran yang dia terima. Terlepas dari keberhasilan kinerjanya, akibat dari banyak karyawan yang mengeluh merasa direndahkan dan tindakan yang merusak budaya organisasi, para pimpinan eksekutif pun memecatnya.
Terkadang, perilaku dari karyawan yang suka menentang itu memang sangat merugikan tim dan rekan kerja. Ada kalanya membuat perusahaan tidak bisa mengatasinya dan harus memotivasi mereka untuk berubah. Namun, pada beberapa kasus, setelah memahami alasan dan motivasi mereka, perusahaan bisa memberikan dukungan yang efektif pada karyawan tersebut dengan menempatkan ulang posisi mereka atau meningkatkan hubungan dengan mereka. Sehingga, karyawan yang dirasa menjadi ‘masalah’ bisa memberikan kemampuan terbaiknya untuk berjuang bersama perusahaan, dan bukan malah menentangnya.
Sumber: Harvard Business Review (Liz Kislik, 18 November 2019)