Pekerjaan yang memungkinkan otonomi, menuntut pemecahan masalah, dan memenuhi kriteria lainnya untuk rancangan pekerjaan yang baik bisa meningkatkan kemampuan kognitif karyawan dan pembelajaran berkelanjutan.
Mendorong pembelajaran pekerja adalah sebuah prioritas yang semakin mendesak: Supaya bisa sukses dalam menjalankan strategi berbasis teknologi, sebuah perusahaan harus memiliki tenaga kerja yang secara cepat bisa dan menguasai tools, proses, dan jabatan baru. Di saat sistem AI (kecerdasan buatan) mengotomatiskan pekerjaan manual dan keseharian, manusia kemungkinan akan melakukan pekerjaan yang lebih menantang secara kognitif. Semua ini membuat semakin penting jika manajer memahami cara mendorong kognisi dan mempercepat pembelajaran di tempat kerja.
Kita sudah tahu jika pembelajaran di tempat kerja dan pengetahuan ahli adalah pendorong kuat untuk kinerja pekerja yang lebih tinggi. Tetapi, bagaimana kita bisa lebih meningkatkan pekerjaan untuk mendorong pembelajaran? Apakah memungkinkan untuk mempercepat pembelajaran informal di tempat kerja? Bisakah beberapa jenis pekerjaan membuat orang jadi lebih (atau kurang) cerdas secara berangsur? Penelitian kami menyoroti pertanyaan-pertanyaan penting ini. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak semua pekerjaan memiliki kesamaan dalam mendorong pembelajaran—tetapi perbedaannya tidak disebabkan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Dari tinjauan studi penelitian di berbagai disiplin ilmu (termasuk psikologi organisasi, kesehatan kerja, ergonomi, dan gerontologia), kami mengidentifikasi peran yang kuat dari rancangan pekerjaan untuk meningkatkan kognisi pekerja. Ini menunjukkan bahwa, terlepas dari pekerjaan seseorang, mereka bisa belajar lebih banyak bila pekerjaan dirancang dengan baik.
Rancangan pekerjaan (work design) berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang—contohnya, tugas apa yang para pekerja lakukan dan berapa banyak tugas yang mereka punya—serta, bagaimana pekerjaan itu diatur, seperti apakah mereka bekerja secara tim atau independen. Dalam artikel ini, kami akan mendeskripsikan 5 aspek tentang rancangan pekerjaan yang kami identifikasi sebagai pembentuk kognisi pekerja, dan cara memaksimalkannya untuk meningkatkan pembelajaran. Kami juga akan mendiskusikan implikasi penelitian ini terhadap para pekerja dan memberikan rekomendasi yang bisa dipraktikkan oleh manajer. Tapi pertama-tama, kami akan menjelaskan apa itu kognisi dan 2 jenis kecerdasan yang penting untuk kinerja pekerja.
Crystallized Intelligence (Kecerdasan Terkristalisasi) dan Fluid Intelligence (Kecerdasan Fluida)
Ada dua jenis kunci kognisi manusia, yang keduanya sangat penting untuk kinerja pekerja: crystallized intelligence dan fluid intelligence. Pengetahuan (knowledge) mencakup fakta-fakta yang kita ketahui, pemahaman kita tentang bagaimana melakukan sesuatu (pengetahuan prosedural), dan apa yang disebut sebagai pengetahuan tacit (pengetahuan non-kodifikasi yang diperoleh secara informal dan sulit dijelaskan, seperti mengendarai mobil). Ketika orang belajar, mereka memperoleh pengetahuan baru. Selama masa karier atau kehidupan, pengetahuan biasanya meningkat saat seseorang mengumpulkan pengalaman dan mengembangkan keahlian dan kebijaksanaan.
Misalkan saja ada seorang sales representative yang menerapkan pengetahuan mereka tentang fitur produk untuk melakukan penjualan kepada klien. Dengan penjualan berulang, mereka akan belajar lebih banyak tentang produk dan klien, akhirnya bisa mengembangkan keahlian. Selama bertahun-tahun, akumulasi pengetahuan mereka membuat mereka menjadi ahli yang luar biasa sukses dan bijaksana yang dapat mengelola klien yang sulit dan masalah produk yang kompleks. Pengetahuan dari ahli sales tersebut (crystallized intelligence) telah berkembang.
Jenis kognisi kedua adalah fluid intelligence, yaitu kemampuan kita untuk memperhatikan, menalar, dan memproses informasi. Setiap orang menggunakan persepsi dan working memory mereka, misalnya, untuk bernalar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Dari contoh sales representative yang dijelaskan di atas, kemampuan utama working memory dan kecepatan pemrosesan informasi yang kompleks memungkinkan mereka untuk memecahkan masalah klien. Berbeda dengan pengetahuan (knowledge), yang terakumulasi dan terus meningkat sepanjang masa hidup, rata-rata kemampuan kognitif fluida, kadang-kadang disebut sebagai fluid intelligence, cenderung menurun seiring bertambahnya usia.
Penelitian kami menunjukkan jika rancangan pekerjaan dapat mengubah kurva crystallized intelligence maupun fluid intelligence. Kami mengidentifikasi 5 aspek berikut dari rancangan pekerjaan yang penting untuk kognisi:
- Otonomi pekerjaan atau kontrol pekerjaan, mengacu pada seberapa banyak kesempatan yang dimiliki pekerja untuk membuat atau memengaruhi keputusan dan memilih kapan mereka mengerjakan tugas-tugas tertentu, dan bagaimana mereka melakukan pekerjaan mereka.
- Feedback bisa didapat dari pekerjaan, seperti ketika pelanggan memberikan pujian atau kritik, atau ketika seorang sales representative dapat melihat berapa banyak pesanan yang telah mereka pesan; (1) dari sistem yang terstruktur secara formal, seperti sistem penilaian kinerja; (2) dari orang lain di lingkungan, seperti rekan kerja dan supervisor; (3) dari sistem elektronik; dan (4) dari usaha pekerja itu sendiri untuk mendapatkan feedback.
- Kompleksitas pekerjaan mengacu pada sejauh mana pekerjaan menempatkan tuntutan mental pada seorang pekerja yang membutuhkan kemampuan, keterampilan, pelatihan, pemikiran, kreativitas, dan penilaian independen.
- Aspek relasional pekerjaan menyangkut konteks sosial di mana tugas dilaksanakan, seperti tingkat kontak sosial, dukungan sosial, saling ketergantungan tugas, dan interaksi dengan orang-orang di luar organisasi yang relevan dengan pekerjaan.
- Tuntutan pekerjaan psikososial, seperti beban kerja dan tuntutan emosional, termasuk elemen sosial dan elemen organisasional yang membutuhkan upaya fisik atau mental yang berkelanjutan dan menimbulkan biaya fisiologis atau psikologis seperti peningkatan pelepasan kortisol, kelelahan, dan/atau perasaan cemas.
Rancangan pekerjaan yang diperkaya Dapat Meningkatkan Kognisi
Ketika pekerjaan dirancang dengan baik, hal ini akan memberikan kesempatan bagi pekerja untuk menggunakan kognisi mereka dengan menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang ada dan untuk mengembangkannya lebih lanjut. Misalnya, jika seorang salesperson memiliki pekerjaan yang sangat kompleks di mana mereka berulang kali memilah kontrak yang sulit, mereka memiliki kesempatan untuk menerapkan pengetahuan mereka tentang kontrak, dan mereka terlibat dalam pemecahan masalah, yang bergantung pada proses kognitif seperti working memory.
Tetapi, jika sales representative tidak memiliki otonomi untuk menangani keluhan pelanggan dan sebaliknya diharuskan untuk mengarahkan setiap masalah kecil kepada supervisor mereka, hal ini mengurangi kesempatan sales representative untuk menerapkan pengetahuan produk mereka atau terlibat dalam pemecahan masalah yang mengacu pada keahlian mereka. Seperti yang akan kita lihat setelah ini, berkurangnya kesempatan untuk menggunakan kognisi ini tidak hanya memengaruhi pembelajaran dalam jangka pendek tetapi dapat memengaruhi apakah fluid intelligence menurun seiring bertambahnya usia.
Bagaimana suatu pekerjaan dirancang ternyata lebih dari sekadar membentuk apakah orang memiliki kesempatan untuk menggunakan kognisi mereka. Dalam kata lain, rancangan pekerjaan juga dapat mempercepat pembelajaran. Hal yang terpenting adalah memiliki tugas yang kompleks dan menantang, otonomi pekerjaan, dan feedback. Tugas yang kompleks dan menantang mendorong kebutuhan karyawan untuk mengeksplorasi strategi kerja yang efektif untuk mencapai tujuan mereka. Otonomi pekerjaan kemudian memberikan kesempatan bagi pekerja untuk mengeksplorasi dan bereksperimen dengan strategi yang berbeda. Dan akhirnya, feedback memberikan informasi mengenai strategi mana yang efektif. Secara bersama-sama, aspek rancangan pekerjaan ini mempercepat pembelajaran pekerja.
Beberapa penelitian terbaik yang mendukung gagasan pembelajaran yang dipercepat berasal dari University of Sheffield. Dalam serangkaian penelitian di bidang manufaktur, para peneliti menunjukkan bahwa operator mesin belajar untuk mengantisipasi dan mencegah kesalahan ketika mereka diberi otonomi pekerjaan yang lebih besar. Dengan menggunakan metodologi baru di mana mereka menganalisis pola kerusakan mesin sebelum dan sesudah intervensi, para peneliti menunjukkan penurunan awal waktu henti mesin sebesar 20%, diikuti oleh penurunan waktu henti yang lebih besar yaitu sebesar 70% dalam jangka panjang. Penurunan awal waktu henti alat berat disebabkan oleh fakta apabila saat operator diberi otonomi untuk memecahkan masalah sendiri, mereka dapat merespons lebih cepat daripada ketika mereka harus memanggil spesialis seperti insinyur. Tetapi penurunan kesalahan mesin yang lebih lambat dan lebih besar terjadi karena seiring waktu, otonomi operator yang lebih besar berarti mereka dapat belajar bagaimana mencegah kesalahan terjadi sejak awal.
Contoh bagaimana rancangan pekerjaan yang buruk dapat mengganggu pembelajaran juga muncul dalam konteks otomatisasi. Terkadang pekerja menjadi pemantau pasif mesin, dengan tugas utama mereka adalah mengawasi mesin jika rusak. Dalam pekerjaan seperti itu, pekerja memiliki keterlibatan aktif yang rendah dengan sistem otomatis, dengan sedikit otonomi untuk memengaruhi operasinya, sedikit kesempatan untuk menggunakan pengetahuan dan memecahkan masalah, dan sedikit feedback yang didapat dari tindakan mereka. Konsekuensinya adalah pekerja kehilangan kontak dengan apa yang terjadi; mereka tertinggal dari lingkaran penting. Ketika otomatisasi gagal (seperti yang selalu terjadi, karena tidak ada otomatisasi yang 100% dapat diandalkan), kesadaran pekerja yang terbatas mengenai apa yang terjadi dengan mesin membuat mereka tidak mungkin memulihkan situasi secara efektif.
Bidang penerbangan memberikan contoh klasik dari kegagalan semacam ini. Analisis beberapa kecelakaan pesawat telah mengungkapkan situasi di mana autopilot gagal, dan rancangan pekerjaan pilot menunjukkan jika mereka tidak memiliki pengetahuan situasi yang cukup untuk mengatasi masalah dengan cepat dan memulihkan pesawat.
Bagian lain dimana rancangan pekerjaan memengaruhi kognisi adalah pembelajaran eksploratif yang termotivasi. Pekerjaan yang dirancang dengan baik akan menghasilkan motivasi, seperti perasaan antusias dan komitmen yang selanjutnya mendorong engagement dan pembelajaran. Seorang sales representative termotivasi yang tertarik dan terlibat dalam pekerjaan mereka akan melakukan hal-hal yang mendorong pembelajaran, seperti mengajukan pertanyaan, mengamati sales representative lain untuk melihat strategi apa yang berhasil untuk mereka, mencoba pendekatan baru, dan mencari proyek baru. Semua perilaku yang termotivasi ini—mengajukan pertanyaan, mengamati, mengeksplorasi, dan melakukan pekerjaan tambahan (tugas yang melebihi kompetensi yang mereka miliki)—akan meningkatkan pengetahuan sales representative dan memberikan peluang untuk menggunakan kemampuan kognitif yang semakin kompleks, seperti penalaran, pemecahan masalah, dan kreativitas.
Beberapa aspek rancangan pekerjaan telah berdampak dalam hal motivasi. Ketika orang memiliki otonomi pekerjaan, mereka mengembangkan rasa kepemilikan yang kuat atas pekerjaan mereka, yang memotivasi mereka untuk melampaui dan memecahkan masalah dalam pekerjaan mereka. Ketika suatu pekerjaan itu kompleks, hal itu memberikan individu yang termotivasi kesempatan untuk menunjukkan dan memperkuat rasa kompetensi mereka pada pekerjaan itu. Konteks sosial yang mendukung juga memotivasi pembelajaran karena pekerja merasa lebih aman secara psikologis untuk mencoba hal-hal baru. Dengan kata lain, mereka memiliki kesempatan untuk menerapkan pengetahuan mereka dan terlibat dalam pemecahan masalah, dengan sedikit risiko konsekuensi negatif jika mereka melakukan kesalahan. Dalam satu studi, peneliti melaporkan bahwa dukungan dari rekan kerja/manajer memungkinkan adanya keterlibatan dalam perilaku belajar informal, yang selanjutnya mendorong akuisisi pengetahuan dan keterampilan.
Menariknya, dari sudut pandang motivasi, feedback bisa menjadi pedang bermata dua. Terkadang, terlalu banyak feedback dapat menjadi penopang, dapat memfokuskan perhatian pekerja pada tujuan mendapatkan feedback positif dan mempersingkat pembelajaran seseorang yang sebenarnya. Selain itu, ketika feedback sangat evaluatif dan lebih terfokus pada individunya ketimbang tugasnya, feedback bisa menjadi hal negatif untuk belajar. Feedback evaluatif yang kuat, seperti penilaian pribadi tentang seberapa baik kinerja seseorang, menyebabkan individu fokus pada diri mereka sendiri dengan penuh kecemasan, yang dapat mengurangi motivasi dan mengganggu. Berkurangnya motivasi dari feedback yang sangat evaluatif menjelaskan mengapa feedback dari pekerjaan—seperti feedback langsung dari customer—terkadang lebih bermanfaat untuk belajar daripada feedback dari orang lain, seperti rekan kerja atau supervisor. Temuan tersebut telah mengarahkan peneliti untuk menyarankan pentingnya memiliki lingkungan yang mendukung pemberian feedback, misalnya, feedback berasal dari rekan atau supervisor yang kredibel, termasuk pengakuan kinerja positif, spesifik dan sering diberikan, dan disampaikan dalam dukungan dan perilaku yang berorientasi pada tugas.
Tuntutan Berlebih Bisa Merusak Kognisi
Meskipun umumnya pekerjaan yang kompleks dan menantang baik untuk pembelajaran, namun dirasa penting jika tantangan ini tidak menjadi terlalu besar. Pekerjaan yang sangat menuntut dapat menimbulkan respons stres fisiologis yang mengganggu pembelajaran dan kemampuan pekerja untuk memusatkan perhatian, melalui proses kognisi yang terganggu oleh ketegangan. Respon stres tersebut diantaranya sekresi kortisol dan glukokortikoid lain yang lebih cepat dalam tubuh, yang meningkatkan jumlah gula, atau glukosa, dalam aliran darah. Meskipun meningkatnya glukosa meningkatkan energi dan dapat meningkatkan memori jangka pendek pada saat itu, selama durasi yang lebih lama respons stres ini dapat merusak memori jangka panjang dan menghalangi pembelajaran.
Aspek rancangan pekerjaan yang dapat mengakibatkan gangguan kognisi adalah kurangnya otonomi pekerjaan; kurangnya dukungan sosial; dan tuntutan psikologis yang berlebihan, seperti jam kerja yang panjang, beban kerja yang tinggi, tekanan waktu, konflik peran tingkat tinggi (diarahkan ke arah yang berbeda untuk memenuhi tujuan kerja yang berbeda), atau paparan konflik interpersonal seperti ketidaksopanan, pelecehan, atau intimidasi. Suatu penelitian, misalnya, menunjukkan bahwa ketika pekerja tidak dihormati dan mengalami kekerasan dari orang lain di tempat kerja, kemampuan mereka untuk memperhatikan berkurang, mengganggu kognisi dan mengganggu pemecahan masalah dan kreativitas.
Dalam proses terakhir yang kami sebut sebagai kemampuan kognitif yang terkuras habis, kompleksitas yang berlebihan dapat menjadi hambatan tertentu ketika pekerja mempelajari tugas baru. Working memory dan kapasitas perhatian manusia terbatas, sehingga ketika tugas terlalu kompleks, seorang individu tidak lagi mampu menyerap informasi, dan pembelajaran terganggu. Implikasinya adalah ketika mengajari seseorang tugas yang sangat kompleks, penting untuk memecahnya menjadi langkah-langkah atau bagian-bagian tugas yang lebih sederhana. Penting juga untuk tidak menambah beban kognitif, seperti dengan memberikan instruksi yang buruk.
Anjuran untuk Mendukung Penuaan yang Efektif
Sampai titik ini, kami telah mempertimbangkan proses jangka pendek hingga menengah bagi rancangan pekerjaan untuk membentuk pembelajaran, yang mana penting untuk mempromosikan kinerja yang tinggi. Tetapi, ada yang lebih penting, jangka panjang dari pekerjaan yang dirancang dengan baik: gagasan menariknya adalah seiring waktu, pekerjaan yang dirancang dengan baik dapat membantu mempertahankan kemampuan kognitif pekerja dan mengurangi penurunan terkait usia, kemungkinan sebagai akibat dari perubahan struktur atau fungsi otak. Bagian keberlanjutan kognitif ini sesuai dengan proses “gunakan atau hilangkan” yang dibahas oleh ahli saraf: Individu yang aktif secara mental secara konsisten dapat mempertahankan fungsi kognitif mereka (dan mencegah hilangnya kemampuan kognitif/fluid intelligence) melalui peningkatan perkembangan saraf di otak. 16 Penelitian mendukung gagasan bahwa otonomi pekerjaan, kompleksitas pekerjaan, dan rancangan pekerjaan relasional dapat membantu menjaga kognisi. Melalui studi di bidang kesehatan kerja dan gerontologi umur, rancangan pekerjaan telah dikaitkan dengan hasil kemampuan kognitif jangka panjang, seperti pencegahan penurunan kognitif atau penurunan risiko penyakit Alzheimer.
Dengan domain penelitian ini, penting untuk mengesampingkan kemungkinan bahwa orang dengan kemampuan kognitif yang lebih tinggi memilih pekerjaan yang lebih kompleks atau otonom (yaitu, kausal terbalik dari fokus kami di sini). Jadi, bukti terkuat untuk proses “gunakan atau hilangkan” yang dipicu oleh rancangan pekerjaan berasal dari menunjukkan kaitan antara rancangan pekerjaan dan perubahan kognisi di kemudian hari.
Dalam suatu studi jenis ini, para peneliti menganalisis data yang dikumpulkan selama periode 18 tahun dari University of Michigan Health and Retirement Study. Para peneliti menemukan bahwa pekerja dalam pekerjaan yang lebih menuntut secara mental memiliki tingkat fungsi kognitif yang lebih tinggi (yang diukur dengan tes memori episodik) dan menurun lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang berada di pekerjaan yang kurang kompleks. Contoh lain datang dari Swedia, di mana para peneliti meneliti lebih dari 2.000 orang berusia 60 tahun yang tidak mengalami demensia selama 9 tahun dan menemukan bahwa mereka yang memiliki otonomi pekerjaan tinggi dan tuntutan tinggi (pekerjaan aktif) dalam pekerjaan terlama mereka memiliki tingkat penolakan kognitif yang lebih rendah dibandingkan dengan individu dengan rancangan pekerjaan yang lebih buruk. Selain itu, semakin lama seorang pekerja berada dalam pekerjaan aktif, semakin baik hasil kognitifnya.
Tampaknya, rancangan pekerjaan yang baik, selain membentuk fluid intelligence seseorang selama karier, juga memengaruhi crystallized intelligence dalam jangka panjang. Sebelumnya, kita telah membahas bagaimana otonomi pekerjaan, kompleksitas, dan umpan balik dapat mempercepat perolehan pengetahuan yang lebih dalam dan lebih luas. Oleh karena itu, masuk akal bahwa paparan jangka panjang terhadap rancangan pekerjaan seperti itu harus menghasilkan akumulasi pengetahuan, seperti pengembangan keahlian dan bahkan kebijaksanaan. Beberapa penelitian sampai saat ini telah mengaitkan rancangan pekerjaan dengan hasil crystallized intelligence ini, tetapi menarik untuk dicatat bahwa ada bukti kuat bahwa kinerja pekerjaan tidak menurun seiring bertambahnya usia, meskipun orang sering mengalami penurunan fluid intelligence yang berkaitan dengan usia seperti halnya memori dan penalaran. Penjelasan untuk hasil ini adalah bahwa penurunan memori dan kecepatan pemrosesan berpotensi mengimbangi peningkatan crystallized intelligence.
Akhirnya, sama seperti rancangan pekerjaan yang baik kemungkinan mendorong perubahan positif dalam kognisi selama masa karier, rancangan pekerjaan yang buruk dapat mendorong hasil negatif yang mengganggu kesehatan. Meskipun penelitian masih cukup langka, paparan jangka panjang terhadap stresor kronis tampaknya terkait dengan prevalensi penurunan kognitif yang lebih tinggi (termasuk gangguan memori dan demensia) di antara orang dewasa yang lebih tua. Sebuah analisis studi berbasis populasi demensia pada kembar Swedia menemukan bahwa jika orang kembar memiliki otonomi pekerjaan yang rendah dalam kombinasi dengan dukungan sosial yang rendah dan tuntutan pekerjaan yang tinggi, mereka lebih mungkin untuk mendapatkan demensia di usia tua daripada kembaran mereka dengan kualitas kerja yang lebih baik.
Temuan yang mengaitkan rancangan pekerjaan dengan kognisi jangka panjang ini sangat penting. Kita memiliki populasi pekerja yang menua dan tenaga kerja dewasa yang berkembang yang sangat penting untuk mempertahankan fungsi kognitif karena mereka terus bekerja lebih lama daripada generasi sebelumnya. Pekerjaan yang dirancang dengan baik mungkin merupakan faktor pelindung yang kuat yang membantu pekerja yang lebih tua mempelajari keterampilan baru, meningkatkan crystalized intelligence dan mengurangi gangguan fluid intelligence seiring bertambahnya usia pekerja.
Rancangan Pekerjaan untuk Kognisi yang Perlu Perhatian dari Leaders
Sayangnya, rancangan pekerjaan berkualitas yang telah kita bahas sebagai pendorong pembelajaran cenderung kecil. Misalnya, satu survei Eropa terhadap lebih dari 44.000 pekerja menunjukkan bahwa 20% pekerja memiliki pekerjaan “berkualitas buruk” (dengan penggunaan keterampilan rendah, otonomi kecil, dan kondisi kerja yang buruk), dan 13% lebih lanjut memiliki pekerjaan dengan tekanan tinggi dan tuntutan berlebih. Selain itu, analisis Gallup baru-baru ini mengenai pekerjaan di AS menunjukkan bahwa kualitas pekerjaan selama pandemi COVID-19 telah menurun setidaknya sebesar 40% pekerja, dan penurunan terbesar terjadi pada mereka yang memiliki pekerjaan dengan kualitas paling buruk sejak awal. Studi-studi ini menunjukkan bahwa rancangan pekerjaan yang baik tidak tersebar luas, yang mana memiliki konsekuensi tambahan bagi pembelajaran pekerja, kinerja kerja, dan fungsi kognitif jangka panjang bagi kebanyakan orang.
Meningkatnya penggunaan sistem AI untuk melakukan tugas supervisor juga menimbulkan risiko untuk rancangan pekerjaan yang baik. Penelitian menunjukkan bahwa meskipun digitalisasi dapat meningkatkan kompleksitas pekerjaan sebagai akibat dari tugas-tugas rutin yang lebih banyak dilakukan oleh mesin, digitalisasi juga berpotensi meningkatkan kontrol berbasis komputer di tempat kerja dan menciptakan pekerjaan “pemantauan” pasif dengan otonomi terbatas dan mengurangi peluang untuk belajar.
Untungnya, ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan dan manajer untuk mengatasi masalah ini.
- Kembangkan dan latih manajer yang paham cara menciptakan pekerjaan berkualitas tinggi. Misalnya, manajer harus bertujuan untuk merancang dan menyusun pekerjaan dengan memberikan otonomi dan kendali kepada pekerja atas aktivitas mereka, mendorong keterlibatan mereka dalam pengambilan keputusan, dan memungkinkan mereka terlibat dalam pemecahan masalah. Manajer juga harus mengurangi stres kerja dan kelelahan di tempat kerja, dan memberikan dukungan emosional dan praktis untuk membantu meringankan potensi stressor.
Ini harus dimulai dengan pelatihan dan peningkatan kesadaran bagi para manajer. Penelitian kami sendiri menunjukkan bahwa para manajer sering kali tidak berpikir untuk merancang pekerjaan yang menarik dan merangsang bagi orang-orang. Manajer juga sering membutuhkan dukungan untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk memimpin dengan gaya yang memberdayakan daripada otokratis. Berinvestasi dalam melatih manajer dalam rancangan pekerjaan merupakan komponen penting untuk pembelajaran yang dipercepat. Pendekatan praktis untuk meningkatkan rancangan pekerjaan adalah dengan menerapkan model SMART, yang menyatukan aspek-aspek kunci dari rancangan pekerjaan ke dalam kerangka holistik.
S — Stimulating (pekerjaan yang kompleks dan bervariasi)
M — Mastery (memberikan feedback pekerjaan dan kejelasan peran untuk membantu penguasaan)
A — Agency (otonomi dan kontrol pekerjaan)
R — Relational (kontak sosial, dukungan sosial, dan interaksi dengan orang lain)
T — Tolerable (Tingkat tuntutan pekerjaan yang dapat dikelola seperti beban kerja dan tekanan waktu)
- Atur pekerjaan secara berbeda untuk meningkatkan pembelajaran pekerja. Ada sejarah panjang mengenai intervensi rancangan pekerjaan seperti pengayaan pekerjaan, pemberdayaan, dan tim manajemen diri, dengan bukti bahwa inisiatif ini dapat meningkatkan kesejahteraan dan kinerja pekerja. Pengayaan pekerjaan, misalnya, tidak hanya mencakup perluasan variasi tugas yang dilakukan pekerja, tetapi juga memberikan tanggung jawab pengambilan keputusan yang lebih besar kepada pekerja. Keputusan yang mungkin pernah dibuat oleh spesialis atau manajer didelegasikan kepada pekerja, dengan upaya untuk memastikan bahwa mereka memiliki pelatihan dan keterampilan untuk menjalankan otoritas mereka yang lebih besar dengan bijaksana. Tugas yang terhubung satu sama lain dapat dikelompokkan untuk membentuk satu pekerjaan dengan berbagai keterampilan alih-alih dipecah menjadi beberapa pekerjaan yang berbeda dan sempit. Protokol standar yang berlebihan, seperti ketika guru diminta untuk mengikuti rencana pelajaran yang sangat ditentukan, sedapat mungkin dihindari. Langkah-langkah tersebut akan membantu menciptakan rancangan pekerjaan yang berorientasi pada pembelajaran.
- Mengembangkan kebijakan dan budaya kerja agar selaras dengan rancangan pekerjaan yang ditingkatkan. Misalnya, kebijakan kesehatan dan keselamatan harus secara jelas mencakup pertimbangan rancangan pekerjaan. Kebijakan kesehatan mental sering berfokus pada penyediaan layanan konseling kepada karyawan yang stres tetapi kurang memperhatikan penyebab stres berdasarkan pekerjaan, seperti tuntutan pekerjaan yang berlebihan. Sesi perencanaan karier dapat mencakup diskusi eksplisit tentang rancangan pekerjaan sebagai sarana pengembangan. Budaya yang mendukung, terbuka, dan berorientasi pada pembelajaran berjalan seiring dengan upaya untuk memanfaatkan manfaat pembelajaran dari rancangan pekerjaan yang baik.
- Mempromosikan upaya individu untuk meningkatkan rancangan pekerjaan mereka sendiri. Pekerja sering melihat pelatihan formal sebagai jalan terbaik atau satu-satunya untuk pengembangan pribadi dan profesional mereka, jadi penting untuk meningkatkan kesadaran mereka bahwa pekerjaan yang dirancang dengan baik dapat meningkatkan pembelajaran dan kesehatan kognitif mereka. Pekerja dapat didorong untuk menyusun pekerjaan mereka sehingga mereka memiliki proyek yang lebih menantang, lebih banyak kesempatan untuk mengambil inisiatif, dan jaringan sosial yang lebih kuat. Banyak bukti penelitian menunjukkan nilai keterampilan pekerjaan semacam itu untuk menciptakan karyawan yang lebih puas dalam pekerjaan dengan kualitas lebih tinggi.
Pekerja dapat secara langsung terlibat dalam pekerjaan tambahan untuk membangun keterampilan selama karier mereka. Mencari promosi kerja, pindah ke pekerjaan baru, atau berganti pekerjaan juga akan membantu mendorong hasil kognitif yang positif jika gerakan ini menghasilkan pekerjaan yang dirancang dengan lebih baik. Yang terpenting, strategi seperti itu perlu diseimbangkan dengan kesadaran bahwa membuat pekerjaan seseorang terlalu menuntut atau stres dapat menyebabkan ketegangan, menguras sumber daya kognitif, dan menyebabkan gangguan fungsi kognitif.
Pada akhirnya, di luar perubahan dalam organisasi, para leaders harus menyadari bahwa rancangan pekerjaan tertanam dalam kebijakan publik yang lebih luas dan konteks legislatif. Perubahan pada tingkat ini mungkin diperlukan untuk menghasilkan rancangan pekerjaan yang lebih baik yang mendorong kognisi selama rentang waktu yang lebih lama. Kebijakan nasional tentang isu-isu seperti pekerjaan tidak tetap dan digitalisasi harus dipertimbangkan dari perspektif kesejahteraan kognitif anggota masyarakat. Untuk mempertahankan tenaga kerja yang terampil dan berpengetahuan, diskusi kebijakan tentang implikasi teknologi digital perlu melampaui fokus saat ini yaitu etika (terkait dengan keputusan bias yang dibuat oleh algoritma, misalnya), atau proyeksi statistik pada kehilangan pekerjaan karena otomatisasi, untuk mengikutsertakan bagaimana teknologi baru memengaruhi kualitas rancangan pekerjaan dari setiap orang.
Sumber: Sloan Review (Sharon K. Parker dan Gwenith G. Fisher, 2 Maret 2022)