Pelajaran Terbaik yang Pernah diajarkan Manajer Kepada Saya

Pekerjaan pertama saya setelah lulus kuliah adalah menjadi reporter di perusahaan berita di India. Sebagai pekerjaan pertama, saya ingin membuat kesan positif kepada para senior dan menyelesaikan setiap tugas dengan ketelitian penuh. Namun, tentu saja, tidak semua hal berjalan sesuai rencana. 

Di suatu hari di musim panas yang terik di tahun 2006, saya berada di Indira Gandhi Centre for Arts di New Delhi, meliput pameran seni konvensional, sementara seluruh masyarakat membicarakan perjanjian nuklir India-AS. Perjanjian tersebut termasuk perjanjian kontroversial yang berisi pernyataan bersama antara India dan Amerika Serikat dalam pembaruan kerjasama nuklir sipil. Saat itu, saya masih di dunia penyiaran dan sering dikirim untuk tugas yang sederhana, tetapi saya sangat ingin menangani hal yang lebih sulit dan lebih politis. 

Saya meyakinkan rekan senior saya (panggil saja Joy) supaya memperbolehkan saya mengikuti pertemuannya dengan Sitaram Yechury, seorang anggota Rajya Sabha, majelis tinggi Parlemen di India, untuk mengetahui reaksinya terkait perjanjian tersebut. Joy menugasi saya untuk mendapatkan perekam digital dari tempat penyimpanan alat perekam dan menyimpannya setelah kami merekam jawaban Yechury. Itu adalah tugas sederhana, tapi saya begitu senang karena saya bisa belajar sedikit tentang bagaimana wawancara tersebut dilakukan. Seolah-olah saling menguntungkan. 

Setelah kami merekam suara pertama, kami mendatangi politisi lainnya, mengumpulkan lebih banyak pernyataan untuk laporan akhir yang seharusnya ditayangkan malam ini. Ketika kami kembali ke kantor malam itu, Joy meminta saya untuk memutar ulang rekaman yang berisi pernyataan dari Yechury, dan mencatat waktu mulai dan berakhirnya rekaman untuk membantu editor berita dalam merangkai laporan. 

Saya memutar ketiga rekaman tersebut berulang-ulang. Namun, betapa mengejutkan dan tak dapat saya percaya, rekamannya tak ada sama sekali.  

Apakah ini akan membuat saya kehilangan pekerjaan satu-satunya yang ingin saya gapai? Mata saya berkaca-kaca. Saya tidak tahu bagaimana harus menghadapi Joy yang sudah rela mengajak saya pagi tadi. Dia telah memercayai saya dan ternyata saya kecewakan. 

Saat itu saya sedang duduk, mengurung diri dalam kesedihan saat Joy mendekati saya dan meminta rekaman suara. Saya terjatuh, menangis, meminta maaf, dan sangat malu saat tugas sesederhana itu menjadi kesalahan yang begitu buruk. 

“Saya kira saya sudah merekamnya,” kata saya. 

Joy dengan pengalaman lebih dari 1 dekade sebagai jurnalis, menunjukkan ketenangan dalam wajahnya. Dia meminta saya menunggu selagi dia bertemu dengan editor berita di ujung koridor. 

Itu menjadi 10 menit terlama yang pernah saya alami. Sambil duduk, saya menilai kemampuan saya, dan terus menyalahkan diri. “Apa yang akan saya lakukan jika saya menjadi Joy?” Saya membayangkan dia kembali dengan kemarahan tak terkendali dan memberikan perkataan panjang lebar tentang kecerobohan dan kebodohan saya sebelum akhirnya meminta saya untuk pergi dan tidak pernah kembali. Di industri di mana setiap jurnalis mati-matian mengejar berita, kesalahan seperti ini hanya akan berakhir dengan kemarahan. 

Namun, beberapa waktu kemudian, Joy berjalan dengan 2 gelas teh dan melihat saya. 

“Apakah Anda tidak marah dengan yang saya lakukan hari ini? Saya telah menghancurkan laporan besar, dan saya sangat merasa bersalah,” kata saya dengan suara lirih. 

Dia tersenyum di balik kumis tebalnya. “Kamu harus melakukan kesalahan untuk belajar melakukan pekerjaan lebih baik di lain waktu, bukan?”

Ada jeda lama setelahnya, kemudian dia menambahkan, “Kamu masih baru, jadi ini masih tanggung jawab saya untuk memberikanmu instruksi yang lebih detail.”

Ada satu kutipan terkenal yang dikatakan oleh penulis Arnold H. Glasow: “Seorang pemimpin yang baik akan bertanggung jawab lebih banyak atas kesalahan bersama dan menerima lebih sedikit atas pujian yang diterima oleh timnya.” Bagi beberapa orang ini mungkin terdengar sangat jelas maknanya, namun saya baru benar-benar memahami kebenaran kalimat itu. 

Saya melihat Joy dengan pandangan tak percaya. Dia mengajari saya pelajaran profesionalitas paling penting dalam hidup: kesalahan memang tak dapat dihindari, dan apa yang kita pelajari dari kesalahanlah yang menentukan kesuksesan kita. 

Kemudian, saya belajar bagaimana Joy berkomunikasi dengan salah satu koneksinya dan meminta rujukan yang bisa kami pakai untuk mengisi laporan yang saya hilangkan. Dia menyelamatkan saya dari rasa malu, dia tidak pernah menceritakan itu sebagai kesalahan saya, dan meski dia harus kehilangan laporan “eksklusifnya”, dia tidak membiarkan semangat saya hancur. 

Dari kejadian ini dan selama kami mulai saling mengenal, Joy mengajari saya beberapa kemampuan yang bisa membentuk saya sebagai anggota tim. Beberapa tahun kemudian, saya pun bisa menjadi seorang manajer. Dia mengajari saya kalau tak ada satu situasi pun yang buruk bagi manajer hingga membuatnya harus memperlakukan anggota tim dengan tidak hormat. Tetap tenang saat menghadapi krisis adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan dan menaklukkan masalah. 

Tahun-tahun pertama perjalanan karier seorang karyawan akan menentukan akan seperti apa ia nantinya. Tekanan yang ada ditambah dengan tak adanya ruang untuk kesalahan, dapat membuat orang jadi ceroboh, atau seperti yang terjadi pada saya, mengubah mereka menjadi individu yang kurang percaya diri dan tak dapat diandalkan. Jika Joy menolak untuk memaafkan saya pada saat itu dan malah memutuskan untuk memberi saya pelajaran atas kesalahan yang saya lakukan, saya akan menghadapi dua konsekuensi tragis: kehilangan pekerjaan dan kehilangan keberanian untuk bermimpi lagi. Dan apa hal yang lebih buruk bagi seorang profesional muda daripada kehilangan semangat untuk memimpikan karier yang sukses dan keinginan untuk mewujudkannya.  

Saya membagikan cerita ini kepada Anda karena saya paham susahnya menjadi seorang manajer. Pekerjaan tersebut punya dua tanggung jawab yaitu mencapai tujuan bisnis dan memimpin orang lain. Akan jadi hal yang sulit untuk menyeimbangkan keduanya—terutama di masa awal karier saat Anda tidak punya pengalaman apa pun. 

Tekanan untuk membuktikan diri mungkin saja membuat Anda merasa buruk apabila melakukan kesalahan karena itu bisa membuat seseorang mempertanyakan kemampuan Anda. Namun, Anda bisa jadikan kalimat dari Dominique Wilkins, seorang mantan pemain bola basket Amerika menjadi petunjuk: “Kamu hanya akan jadi yang terbaik saat bersama tim mu.” Hal terbaik yang bisa Anda lakukan adalah menjadi sarana supaya mereka bisa berkembang daripada menciptakan lingkungan yang kejam di mana rasa takut untuk membuat kesalahan mengalahkan keberanian untuk jatuh dan bangkit kembali.

Sumber: Harvard Business Review (Sonika Bakshi, 01 Juli 2021)

Share your love
Facebook
Twitter

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *