Ketika saya menjadi manajer untuk pertama kalinya, saya memiliki visi yang jelas tentang gaya leadership saya: Saya ingin menghargai tim saya dan memperlakukan semua orang dengan hormat. Setelah saya mengambil alih posisi tersebut, saya belajar bahwa leadership tidak sesederhana yang pertama kali saya bayangkan.

Seorang bawahan langsung bernama Bob, telah bergabung dengan tim, tepat setelah SMA (dan sebelum saya bergabung). Dia tidak memiliki gelar sarjana atau sertifikasi atas namanya. Secara tidak sadar, saya berasumsi Bob kurang mampu daripada orang lain dalam tim dan mulai memberinya proyek yang tidak terlalu menantang, karena sertifikasi menunjukkan keahlian, bukan?

“Mengapa Anda tidak menugaskan Bob pada proyek baru itu?” seorang rekan bertanya kepada saya suatu hari. Semakin dalam kami mendiskusikannya, semakin saya menyadari bahwa saya menganggap orang lain lebih mampu daripada Bob hanya karena mereka memiliki gelar sarjana. Saya secara tidak sengaja mendiskriminasi Bob dan memperlakukannya secara berbeda.

Saat saya berusaha untuk memperbaiki perilaku saya terhadap Bob, saya menyadari betapa saya tidak menyadari keahliannya karena bias saya. Dia adalah orang yang siap sedia saja bagi siapa saja yang membutuhkan bantuan dalam memecahkan tantangan yang paling kompleks, dia adalah pembelajar yang rajin, dan dia tahu tugas-tugasnya.

Apa yang saya pelajari dari pengalaman ini adalah bahwa niat kita tidak ada artinya tanpa tindakan yang bijaksana. Selagi saya “berniat” untuk membuat tim di mana semuanya merasa sepadan, saya gagal mewujudkan niat itu. Menyadari bahwa saya memiliki bias yang tidak saya ketahui tetapi terlihat oleh orang lain mendorong saya untuk menganalisa cara lain di mana saya mungkin secara tidak sengaja mengganggu atau menghambat tim saya.

Sering kali, mudah untuk “meneriaki” seseorang ketika kita melihat mikro agresi atau bias mereka. Tapi sulit untuk mengenali dan mengakui perilaku ini dalam diri kita sendiri. Ketika kita memilih untuk menyadari kekurangan kita, kita dapat menggunakan apa yang kita temukan untuk menginformasikan gaya leadership kita dan memperbaiki (atau menghindari untuk melestarikan) perilaku diskriminatif.

Berikut adalah beberapa strategi yang telah membantu saya dalam perjalanan saya untuk menjadi leader yang lebih inklusif.

  1. Akui bahwa Anda memiliki bias. Lalu, edukasi diri Anda untuk jadi lebih baik. 

Sangat penting untuk menyadari bias yang tidak kita sadari dan mencoba mengubahnya.

Saya dibesarkan di lingkungan dengan privilege di mana mencapai “pendidikan tinggi” dianggap sebagai jalan menuju kesuksesan. Dalam sebagian besar hidup saya, saya percaya bahwa keahlian dan kemampuan berkaitan kuat dengan tingkat pendidikan Anda. Asumsi yang berbahaya dan membatasi itu mengaburkan penilaian saya tentang Bob dan keahliannya.

Untuk menyadari bias yang tidak Anda sadari, mulailah dengan mengedukasi diri sendiri.

Memahami pikiran Anda dan menilai apa yang Anda yakini dapat membantu Anda mengidentifikasi asumsi yang Anda pegang saat ini. Misalnya, apakah Anda percaya bahwa orang akan selalu berbicara ketika mereka tidak setuju? Apakah menurut Anda menunjukkan emosi Anda—atau menangis di tempat kerja—adalah tanda kelemahan? Bagaimana perasaan Anda ketika seseorang melewatkan deadline? Apakah Anda secara langsung berasumsi bahwa mereka tidak produktif atau tidak mampu, atau apakah Anda mampu menyampaikan empati dan mendengarkan alasan mereka?

Kuncinya adalah menjadi lebih tenang dan menganalisa keyakinan dan asumsi Anda sehingga Anda dapat melihat orang lain apa adanya. Sebagai seorang leader, mudah untuk berpikir bahwa Anda tidak punya waktu untuk rehat sejenak. Tetapi meluangkan beberapa menit untuk mempertanyakan diri sendiri dapat memberikan pengaruh besar bagi Anda dan tim Anda. Berikut adalah beberapa pertanyaan lain yang dapat Anda renungkan:

  • Core beliefs (keyakinan inti) apa yang saya pegang? Bagaimana keyakinan ini membatasi atau memungkinkan saya dan rekan kerja saya di tempat kerja?
  • Bagaimana saya menanggapi orang-orang dari latar belakang yang berbeda? Apakah saya memegang stereotip atau asumsi tentang kelompok sosial tertentu?
  • Sebagai seorang manajer, apakah saya mengakui dan memanfaatkan perbedaan dalam tim saya?
  • Bagaimana tim saya mendeskripsikan gaya leadership saya jika mereka menceritakan pengalaman mereka bekerja dengan saya pada orang lain?
  • Apakah kata-kata dan tindakan saya sebenarnya mencerminkan intensi saya? 
  • Apakah saya menaruh diri saya di perspektif orang lain dan menyesuaikan dengan situasi mereka, meskipun jika saya tidak relate dengan hal tersebut?

Ketika Anda memperhatikan jawaban Anda, Anda akan menemukan pola berpikir yang akan membantu Anda menyadari bias lain yang mungkin Anda miliki.

Ketika saya melakukan latihan ini, saya menyadari bahwa saya meremehkan orang-orang yang diam dalam meeting karena saya berasumsi bahwa mereka tidak memiliki kontribusi apa pun. Tetapi kenyataannya adalah saya tidak menciptakan lingkungan yang inklusif bagi mereka untuk membuka atau berbagi pemikiran mereka. Untuk mengatasi bias ini, saya mulai mengirimkan agenda meeting terlebih dahulu. Saya juga berdiskusi dengan anggota tim saya yang lebih pendiam selama meeting satu lawan satu kami untuk meyakinkan mereka bahwa saya menghargai kontribusi mereka dan bertukar pikiran tentang cara membantu mereka speak-up.

  1. Biarkan orang lain menantang asumsi Anda. 

Pandangan kita tentang diri kita sendiri terdiri dari pengalaman hidup kita dan pelajaran yang kita pelajari seiring jalan. Kita biasanya mengembangkan bias yang tidak kita sadari sebagai akibat dari hal-hal yang diajarkan kepada kita dan pengamatan yang kita lakukan selama masa kanak-kanak dan remaja—di rumah, di sekolah, dalam percakapan dengan teman, dan melalui media yang kita konsumsi (dan masih dilakukan).

Ketika seseorang menantang keyakinan dan nilai-nilai yang telah lama kita anut, itu bisa membuat tidak nyaman. Alih-alih bersikap defensif, perhatikan reaksi langsung Anda. Sebelum bertindak, tarik napas dan coba ubah mindset Anda. Dekati situasi tersebut dengan rasa ingin tahu dan niat positif. Berikut adalah beberapa cara untuk melakukan percakapan ketika seseorang menunjukkan mikro agresi atau perilaku bermasalah Anda.

  • “Saya begitu menghargai Anda mengatakan ini pada saya. Apa lagi yang Anda perhatikan dari saya dan harus saya sadari?” 
  • “Saya tidak pernah memikirkannya sampai Anda mengatakannya. Bolehkah Anda jelaskan lebih lanjut?”
  • “Terima kasih. Saya tidak menyadarinya. Saya berkomitmen untuk mengembangkan leadership saya dan saya sadar kita semua punya bias yang tidak disadari. Kira-kira hal apa lainnya yang bisa Anda katakan pada saya mengenai dampak perilaku saya ini?”

Kesalahan Anda bukanlah jalan buntu. Setiap konfrontasi adalah kesempatan untuk belajar dan meningkatkan leadership Anda. Diskusi ini akan membuka diri Anda mencari feedback dari orang lain, yang dapat menjadi motivasi untuk membantu Anda mengungkap bias Anda.

  1. Terbuka dengan feedback.

Adalah hal yang manusiawi untuk mendambakan afirmasi, terutama ketika Anda seorang leader. Tetapi memperlakukan orang lain dengan baik mengharuskan Anda untuk terus melihat bagaimana perilaku, tindakan, dan kata-kata Anda memengaruhi tim Anda.

Dekati kelompok teman sebaya yang beragam untuk memahami bagaimana mereka memandang Anda dan apa yang dapat Anda lakukan dengan lebih baik. Orang-orang yang perspektif dan pendapatnya berbeda dari Anda cenderung memberi Anda feedback yang berwawasan luas. Anda dapat mengatakan, “Saya menghargai pendapat Anda dan ingin tahu tentang dampak dari gaya leadership saya. Apakah Anda bersedia untuk berdiskusi mengenai hal ini? Apakah ada sesuatu yang bisa saya tingkatkan yang akan berdampak positif bagi tim?”

Kemudian, dengarkan dengan niatan untuk mempelajari sesuatu yang baru. Ingatkan diri Anda bahwa feedback yang jujur ​​akan membantu Anda menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran diri.

Ini adalah situasi yang saya hadapi secara pribadi di beberapa titik sepanjang karier saya. Pada satu kesempatan, misalnya, saya memiliki hubungan yang sangat tegang dengan seorang bawahan langsung. Setelah kami mendiskusikan masalah ini secara pribadi, saya mengetahui bahwa dia merasa saya terlalu mengaturnya dan mengurangi pengalamannya. Dari sudut pandang saya, saya pikir saya telah membantunya mengatasi permasalahan. Meskipun feedbacknya sulit didengar, saya harus mengingatkan diri sendiri bahwa itu bukan masalah pribadi. Tujuan saya adalah untuk membuat bawahan langsung saya bekerja dengan cara yang paling cocok untuknya.

Setelah Anda mengidentifikasi area lemah Anda sendiri dan memutuskan perubahan apa yang ingin Anda buat, Anda mungkin memerlukan dukungan untuk membantu Anda menindaklanjutinya. Dalam kasus saya, bawahan langsung saya dan saya menjadwalkan check-in setiap dua minggu di mana dia dapat membagikan update dan permasalahan. Anda juga dapat meminta pertanggungjawaban diri sendiri dengan membagikan tujuan Anda kepada seorang mentor atau kolega tepercaya. Pilihlah seseorang yang akan menyemangati Anda dan mendorong Anda untuk berkomitmen kembali ketika Anda sedang kesulitan.

  1. Rangkul beragam perspektif. 

Anda tidak seharusnya hanya menerima feedback dari orang-orang yang sudut pandangnya berbeda dari Anda, tetapi Anda harus berusaha untuk berinteraksi secara teratur dan membangun hubungan yang bermakna dengan mereka. Bahkan jika Anda akhirnya terlibat dalam debat yang sehat, pengalaman itu akan memperluas mindset Anda dan mendorong Anda untuk menjadi orang yang lebih inklusif (dan kreatif). Mengembangkan network yang beragam adalah cara yang bagus untuk melakukan ini.

Ketika saya awalnya melihat network saya, saya menemukan bahwa banyak teman dan kolega saya “tampak” seperti saya. Mereka berasal dari latar belakang, tingkat privilege, dan modal sosial yang sama. Network semacam ini sering kali dapat berubah menjadi ruang gema di mana orang-orang berbagi pemikiran dan pendapat yang sama.

Saya mendorong Anda untuk melihat secara kritis network Anda pula. Apakah Anda perlu memperluasnya? Jika jawabannya “ya,” cobalah bergabung dengan Employee Resource Group (ERG) yang akan membantu Anda terhubung dengan orang-orang dari latar belakang berbeda yang mungkin memiliki minat yang sama dengan Anda. Demikian pula, Anda dapat mencari grup komunitas di LinkedIn untuk bertemu para profesional dari seluruh dunia.

Jika Anda ingin memperluas lingkaran pertemanan di pekerjaan Anda saat ini, cobalah untuk lebih berhati-hati pada siapa yang Anda jangkau. Undang orang  tersebut di luar tim yang dekat dengan Anda untuk coffee break atau makan siang virtual. Orang tersebut bisa jadi leader lain di perusahaan Anda, rekan kerja di departemen lain, atau kolega mana pun yang belum terhubung dengan Anda. Gunakan waktu untuk mengenal mereka—tanyakan tentang pekerjaan dan kehidupan mereka. Masuklah dengan harapan bahwa orang akan berbeda dari Anda (dalam segala hal) dan hargai perbedaan itu ketika hal itu muncul.

Terakhir, ingatlah bahwa ada cara sederhana untuk memperluas perspektif Anda di luar networking dengan orang lain. Satu hal yang membantu saya mendiversifikasi pemikiran saya ada pada media yang saya konsumsi: buku yang saya baca, podcast yang saya dengarkan, dan orang-orang yang saya ikuti di platform sosial. Di awal karier saya, misalnya, saya hanya membaca, dan hanya didorong untuk membaca, buku leadership yang ditulis oleh penulis pria kulit putih (tidak mengherankan). Sekarang, saya sengaja mencari dan mengambil buku-buku oleh penulis dari semua ras, jenis kelamin, dan kebangsaan untuk memperluas pandangan saya.Belajar untuk merangkul perspektif yang beragam mungkin terasa sulit awalnya, tetapi melakukan upaya itu dengan sadar akan membantu. Perubahan—dalam bentuk apa pun—terasa tidak nyaman. Hal paling penting yang bisa Anda lakukan sebagai seorang leader adalah bersiap untuk ketidaknyamanan ini. Setiap fase dalam perjalanan leadership Anda membutuhkan waktu untuk introspeksi dan memunculkan kesadaran diri yang lebih. Inilah yang memungkinkan Anda tumbuh dan berkembang.

Sumber: HBR (Carmen Acton, 4 Februari 2022)

Share your love
Facebook
Twitter

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *