Budaya Kerja Toxic Malah Memaksa Orang dengan Kinerja Tinggi Mengundurkan Diri

Jika manajemen mikro terus berkembang pesat tetapi tidak ada rasa kepercayaan dalam perusahaan Anda, Anda berada dalam bahaya budaya kerja toxic. Jika Anda tidak percaya, cari tahu sendiri pada salah satu dari banyaknya produk engagement karyawan. 

Katakan pada orang-orang di perusahaan Anda jika Anda akan mensurvei mereka tiap 3 bulan dan mereka bisa mengatakan apa pun yang diinginkan karena seluruhnya dilakukan secara anonim. Setelah survei pertama, amati komentar dan feedback yang diberikan. Teruslah mendorong orang-orang Anda untuk mengatakan apa yang mereka pikirkan. 

Budaya kerja toxic membuat kegiatan berangkat kerja terasa sengsara.

Di suatu budaya toxic, gagasan-gagasan baru tidak bisa berkembang, orang-orang tidak bisa jujur, bullying sudah pasti terjadi, leaders diberikan kekuasaan sehingga merasa sombong dan menjadi bahan bakar ego mereka, dan perasaan takut muncul saat town hall meeting atau all hands meeting di perusahaan Anda ketika leaders mengajukan pertanyaan.  

Para pekerja dengan kinerja tinggi mengundurkan diri dari budaya kerja toxic. Tiap hari di platform seperti LinkedIn, para pekerja dengan kinerja tinggi mendapatkan pesan dari para perekrut dan kompetitor yang menjual mimpi jika rumput tetangga sebenarnya lebih hijau. Jika perusahaan Anda punya budaya kerja toxic, pekerja dengan kinerja tinggi akan dengan entengnya berpindah dan mencoba perusahaan lain. 

Para pekerja dengan kinerja tinggi mengetahui kekuatan mereka dan juga cukup pandai menyadari kalau mereka bekerja cukup baik di lingkungan toxic, mereka bisa berkembang di perusahaan Culture First (perusahaan yang mengutamakan budaya) yang merawat karyawan mereka. 

Jika pekerja dengan kinerja tinggi Anda terlihat tidak terlibat atau menunjukkan antusias yang rendah, itu adalah red flag yang menunjukkan kalau perusahaan Anda toxic

Beginilah ciri dari budaya kerja toxic dari seorang yang pernah bekerja di salah satunya:

Orang-orang tidak boleh mengambil keputusan 

Keputusan mendasar yang bisa menyebabkan pelanggan pergi, tidak bisa dibuat. Pengembalian dana untuk klien yang tidak pernah menerima layanan yang mereka bayar membutuhkan waktu berminggu-minggu ketika seharusnya hanya membutuhkan beberapa menit. 

Ketika sebuah keputusan harus dibuat untuk mengubah produk karena pelanggan yang pergi dalam jumlah banyak, sebuah keputusan tidak dapat dibuat. Lebih mudah untuk tidak membuat keputusan apa pun dibandingkan membuat keputusan yang mengakui kalau hal-hal perlu untuk diubah. 

Work from home atau kerja part-time dianggap malas 

Manajemen perusahaan tidak memperbolehkan untuk work from home karena mereka ingin mengamati orang bekerja. Work from home berarti kurang produktif dan hanya mengambil keuntungan situasi saja. 

Fakta jika Anda memiliki bayi di rumah dan tidak mau menghabiskan waktu di perjalanan selama 2 jam setiap hari supaya bisa bekerja lebih banyak akan diabaikan. 

Kemudian, staf yang ingin bekerja part-time karena mereka punya side hustle, anak, atau pekerjaan lain akan dilarang untuk melakukannya dan dianggap “malas.”

Kenyataannya: kerja part-time dan work from home bukan karena malas. 

Dua bentuk pekerjaan tersebut memungkinkan orang untuk hidup dan mereka akan memberikan imbalan (jika Anda memperbolehkan mereka) dengan kesetiaan dan komitmen pada pekerjaan mereka. 

Mengecualikan kerja part time atau work from home adalah membatasi bakat tim Anda karena itu adalah semacam hal umum dalam bekerja. Diikat pada sebuah meja di kantor tidak akan membuat kinerja tinggi atau aset yang menguntungkan; tetapi, dengan diperbolehkan menjadi fleksibel dan diperlakukan selayaknya manusialah yang bisa menjadikan kinerja tinggi. 

Kewirausahaan (entrepreneur) tidak disukai 

Budaya kerja toxic benci dengan entrepreneur dan intrapreneur karena mereka takut setengah mati kalau karyawan akan meninggalkan dan mencuri gagasan mereka.

Budaya kerja yang berkembang memiliki orang-orang yang punya pengalaman memiliki bisnis dan menggunakannya seperti senjata rahasia mereka. Mereka mempromosikan kewirausahaan karena mereka ingin orang merasa seolah-olah itu adalah bisnis mereka dan mereka dapat membuat keputusan.

Manfaatkan para entrepreneur saat Anda memilikinya, dan jika mereka pergi, doakan yang terbaik untuk mereka. Entrepreneur adalah alasan mengapa bisnis diciptakan sejak awal—ingatlah itu.

Budaya “Manajemen vs. Karyawan” 

Leaders dalam hal ini disebut sebagai manajemen. Dalam suatu kasus, para staf diberitahu bahwa perusahaan akan memotong biaya.

Sementara itu, para leaders sedang menikmati makanan dari piring perak, membawa limosin hitam ke meeting dan menghabiskan banyak uang untuk pemasaran media sosial yang membuat mereka terlihat bagus.

Para karyawan akan mengatakan hal-hal seperti “Manajemen benar-benar perlu mengatasi masalah X.”

Dalam budaya yang tidak toxic, manajemen dan staf adalah satu bagian dan tiap orang bertanggung jawab. Kalimat seperti “Manajemen perlu melakukan…” tidak relevan karena staf dapat membuat keputusan dan kedua sisi bisnis adalah satu.

Semakin sedikit hierarki, semakin banyak orang merasa dilibatkan dan itu menghasilkan budaya kolaboratif yang berkembang.

Jumlah jam Anda bekerja itu penting 

Menilai orang berdasarkan kapan mereka mulai bekerja dan seberapa terlambat mereka bekerja tidaklah relevan. Kita semua tahu bahwa jumlah jam kita bekerja tidak ada hubungannya dengan output atau hasil.

Anda dapat berada di meja Anda selama 12 jam berturut-turut dan tidak melakukan apa pun selain menjelajahi web dan mengeluh kepada teman-teman Anda tentang perusahaan tempat Anda bekerja.

Perusahaan Culture First memahami jika output menghasilkan hasil dan pada beberapa Anda menjadi produktif, dan di hari yang lain Anda mungkin menderita karena kehilangan orang terkasih atau sedang tidak sehat. Terlepas dari hal tersebut, yang terpenting adalah hasilnya.

Dan inilah yang terpenting: ketika hasilnya tidak sesuai, leader mengambil tanggung jawab dan melatih orang-orang mereka untuk mendapatkan jabatan yang lebih cocok bagi mereka. 

Jika leaders mengawasi waktu kerja, ada masalah di sana. 

Perlakuan istimewa

Di antara lapisan hierarki formal, ada bagian yang disebut “perlakuan istimewa.”

Ini adalah orang-orang yang diberi hak ekstra untuk menegakkan budaya toxic leadership dan berbicara di belakang punggung orang untuk mendapatkan sesuatu. Alih-alih menjadi bagian dari solusi, mereka membuat masalah lebih besar dan diberi reward akan hal tersebut.

Menjelek-jelekkan orang yang ada di jabatan yang tidak seharusnya

Orang-orang yang berkinerja buruk dipanggil dengan berbagai macam nama buruk dan diperlakukan tidak adil. Mereka dianggap bodoh atau tidak pandai berbisnis.

Dalam budaya yang berkembang, orang-orang seperti ini dibantu, dilatih, dan diberi feedback. Leader berdiri dan membantu mereka menemukan peran yang tepat jika ternyata; misalnya, mereka melamar jabatan sales, tetapi tidak terlalu senang berbicara dengan pelanggan.

Orang dengan peran yang salah bisa menjadi beberapa staf terbaik yang Anda miliki dalam bisnis Anda jika Anda cukup berbelas kasih untuk memberi mereka kesempatan kedua dalam jabatan yang berbeda.

Apresiasi yang datang karena ditolong alih-alih dipermalukan berubah menjadi loyalitas jangka panjang yang membangun kembali karier, dan menjadi dasar budaya yang berkembang.

Mempermalukan orang kinerja rendah

Jika di perusahaan ada hukuman untuk orang kinerja rendah, Anda memiliki masalah besar.

Mempermalukan orang tidak akan membuat mereka tampil lebih baik; itu akan membuat mereka semakin membenci tim leadership dan perusahaan.

Kebencian ini kemudian akan diarahkan ke pelanggan Anda dan Anda akan memiliki lebih banyak meeting yang mempertanyakan pemasukan ketika sebenarnya budaya Anda yang menyebalkan.

Staf silih berganti mengundurkan diri

Ketika orang memutuskan untuk pergi atau mengatakan kalau mereka ingin mengundurkan diri, mereka dibicarakan sebagai pengkhianat.

Membiarkan orang pergi secara teratur adalah normal dan dapat diterima di lingkungan kerja yang toxic. Tidak ada exit interview atau pertanyaan seputar mengapa seorang leader tertentu meninggalkan begitu banyak orang dalam waktu singkat.

Setiap kali, alasannya adalah “Johnny itu payah, jadi ada baiknya dia pergi.”

Saat Anda menelusuri staf perusahaan seperti itu di LinkedIn, Anda akan melihat bahwa staf tidak bertahan lama di perusahaan.

Meminta staf untuk menulis ulasan positif secara online untuk menutupi toksisitas

Ya, itu memang terjadi. Budaya toxic dapat dengan mudah dikenali oleh mantan staf yang meninggalkan ulasan negatif di tempat-tempat seperti GlassDoor.

Dalam budaya kerja yang toxic, para leader bisnis panik dan mencoba menutupi kesalahan dalam leadership mereka dengan meminta staf untuk meninggalkan ulasan yang lembut, palsu, dan tulus secara online untuk menutupi hal yang buruk.

Anda tidak dapat menyembunyikan budaya kerja yang toxic; Anda hanya dapat memperbaikinya dengan mengenalinya dan mengubah cara Anda memperlakukan orang.

Values jarang dibicarakan

Values perusahaan ditulis di situs web perusahaan, disebutkan pada konferensi tahunan, tetapi tidak pernah dibicarakan dalam konteks pekerjaan sehari-hari.

Saat berbicara dengan klien atau membuat keputusan, values tersebut dilupakan.

Dalam budaya yang berkembang, Anda bahkan tidak bisa dipekerjakan kecuali Anda dapat menunjukkan values tersebut. Referensi yang Anda cantumkan akan ditanyai mengenai value, Anda diminta untuk memberikan bukti dan Anda bahkan mungkin diminta untuk melakukan studi kasus di mana value akan dinilai.

Pada akhir tahun ketika tinjauan kinerja dilakukan, keuntungan dan pendapatan hanyalah satu bagian kecil dari percakapan. Para leader fokus pada value perusahaan karena mereka tahu bahwa itu adalah perekat yang menyatukan semuanya dan pada akhirnya menghasilkan pendapatan.

SOLUSI: Dimulai dari atas

  • Mulailah dengan mempercayai orang terlebih dahulu
  • Dapatkan rasa respek dari orang lain
  • Berbelas kasihlah terhadap keadaan orang-orang Anda
  • Berikan kesempatan pengembangan karyawan Anda
  • Hormati cara orang menyelesaikan pekerjaannya
  • Menhttps://ruangpikir.com/wp-content/uploads/2020/11/single-post-featured-image10.jpgg otonomi pengambilan keputusan
  • Biarkan orang menjadi dirinya sendiri (ras, agama, preferensi seksual, jenis kelamin, latar belakang—siapa yang peduli)

Kesimpulan

Budaya toxic menyebabkan harga saham turun dan keuntungan turun drastis. Alih-alih melihat spreadsheet dan akuntan untuk mendapatkan jawaban, lihat orang-orang Anda. Orang-orang Andalah yang menyebabkan keuntungan naik atau turun.

Identifikasi masalah budaya perusahaan Anda, miliki budaya tersebut, dan kemudian secara giat bertanya kepada orang-orang Anda bagaimana Anda dapat mengubahnya. Kemudian, terapkan perubahannya.Lawan budaya kerja toxic dengan membuat perusahaan Anda berubah menjadi Culture First. Ini dimulai dengan orang-orang dalam perusahaan.

Sumber: LinkedIn (Tim Denning, 25 Juni 2019)

Share your love
Facebook
Twitter

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *