Dua Kesalahan Umum Leaders Saat Mengembangkan Budaya Feedback yang Sehat

Semua perusahaan yang sehat berusaha untuk menciptakan budaya memberikan feedback dengan tujuan baik secara terus menerus dan diterima di semua tingkatan dalam perusahaan. Beberapa hal bisa mempercepat kinerja individu dan perusahaan seperti menerima feedback konstruktif mengenai bagaimana supaya tindakan dan perilaku mereka bisa lebih efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Lingkungan kerja saat ini kompleks, bergerak, dan berkembang cepat sehingga perlu dipahami dengan cepat ketika suatu perilaku dan tindakan menyebabkan masalah yang tidak diinginkan. Penelitian berikut ini menggarisbawahi alasan mengapa feedback sangat penting di tempat kerja meskipun memang sulit bagi pemberi dan penerima feedback.

  • 62% karyawan berharap mereka menerima lebih banyak feedback dari rekan-rekan mereka.
  • 83% karyawan menghargai feedback, terlepas dari apakah itu positif atau negatif.
  • 96% karyawan mengatakan bahwa menerima feedback yang berkelanjutan adalah hal yang baik.
  • 4 dari 10 pekerja secara aktif terlibat dalam pekerjaan ketika mereka mendapat sedikit atau tidak sama sekali feedback.

Mengembangkan budaya feedback mungkin merupakan cara yang paling hemat biaya untuk membangun budaya kerja yang sehat dan terus berkembang, tetapi hanya sedikit leaders yang menemukan cara untuk menciptakan lingkungan ini. Di bawah ini adalah dua kesalahan umum yang dilakukan para leaders dalam mengembangkan budaya dan praktik pemberian feedback yang sehat untuk meraih kesuksesan.

Kesalahan 1: Memenuhi Karyawan dengan Memberikan Lebih Banyak Feedback adalah Jawabannya

Memang benar karyawan harus memahami mengapa sangat penting untuk memberikan feedback kepada orang lain dan bagaimana memberikan feedback yang baik (lihat Kesalahan 2). Tantangannya adalah perusahaan terus berinvestasi dalam membangun keterampilan dan mendorong karyawan serta manajer mereka untuk berbagi lebih banyak feedback, tetapi hanya memberikan sedikit keberhasilan. Ilmu pengetahuan menunjukkan jika solusinya mungkin terletak pada arah yang berlawanan—alih-alih hanya berfokus pada memberikan feedback, titik pengaruh paling signifikan untuk menciptakan budaya feedback yang sehat adalah mendorong dan memenuhi setiap orang untuk meminta lebih banyak feedback.

Kita semua mengerti bahwa memberi dan menerima feedback itu sulit. Penelitian menunjukkan bahwa orang merasakan kecemasan yang sama saat memberikan feedback seperti halnya saat menerima feedback. Hal ini menjelaskan mengapa hanya sedikit orang yang memberikan feedback konstruktif yang dibutuhkan orang lain. Kita semua pernah mengalami atau menyaksikan situasi saat seseorang mencoba memberikan feedback dengan tujuan baik, namun merusak hubungan baik.

Penelitian menunjukkan bahwa feedback harus dimulai dengan tujuan meminimalkan respons yang bersifat ancaman. Karena berbagi feedback dengan orang lain merupakan tantangan dan berisiko bagi karyawan, para leaders harus berhati-hati dalam menciptakan lingkungan atau budaya meminta feedback sebagai bagian dari kebiasaan karyawan sehari-hari. Ketika karyawan secara aktif memperbolehkan dan mengungkapkan keterbukaan dan keinginan untuk menerima feedback, ini akan membantu menghilangkan batasan ketakutan yang dirasakan orang lain saat memberikan feedback yang jujur. Praktik di bawah ini akan membantu karyawan meminimalkan potensi ancaman sekaligus mendorong orang lain untuk memberi mereka feedback yang jujur.

  • Mintalah feedback dengan lebih spesifik–Jika Anda mengajukan pertanyaan umum seperti “Apa yang bisa saya lakukan dengan lebih baik?” sulit bagi orang lain untuk memahami jenis feedback apa yang “oke” untuk diberikan. Permintaan feedback yang lebih spesifik misalnya, “Saya sedang berusaha meningkatkan cara saya memimpin meeting tim kami. Apa yang perlu saya lakukan supaya meeting kita jadi lebih kolaboratif?”
  • Sering Minta Feedback–Jika hal ini menjadi bagian dari rutinitas karyawan, karyawan pun mulai merasa aman untuk memberikan feedback untuk atasan.
  • Hindari sikap defensif–Jika seorang karyawan defensif, mereka tidak akan mau menerima feedback yang konstruktif, dan mereka tidak menghargai feedback.

Kesalahan 2: Keterampilan Paling Penting dalam Menyampaikan Feedback adalah Menyampaikan dengan Jelas Dan Akurat

Sebagian besar leaders dan karyawan memiliki kesalahpahaman mengenai seperti apa seharusnya feedback yang efektif itu. Banyak leaders secara keliru percaya bahwa keterampilan utama untuk memberikan feedback yang efektif adalah memberi tahu orang lain bagaimana perilaku mereka perlu dikembangkan, diubah, atau dihentikan untuk meningkatkan kinerja mereka. Kenyataannya adalah keterampilan paling penting untuk menciptakan budaya memberikan feedback yang efektif adalah mengajukan pertanyaan dan mendengarkan.

Dalam dunia yang berkembang, virtual, dan selalu berubah di masa kini, sangat sedikit feedback yang begitu terus terang yang memungkinkan Anda tidak perlu mendengar perspektif orang lain dan mengumpulkan lebih banyak feedback lagi. Jarang sekali terjadi ketika feedback yang dibagikan itu bersifat sangat penting atau mendesak yang memungkinkan Anda tidak perlu meluangkan waktu untuk mengajukan pertanyaan dan mendengarkan feedback tersebut.

Percakapan feedback dua arah memungkinkan karyawan untuk mengambil langkah penting dalam memajukan pengembangan profesional mereka dan membangun perilaku yang akan meningkatkan kinerja mereka. Ketika Anda meluangkan waktu untuk mengajukan pertanyaan dan mendengarkan feedback, Anda turut menciptakan lingkungan di mana orang lain merasa dihargai, diberdayakan, dan dimotivasi.

Meluangkan waktu untuk mengajukan pertanyaan dan mendengarkan feedback memberikan pemahaman yang lebih luas tentang cara terbaik dalam menyampaikan pesan feedback Anda yang sulit, membuat kejelasan tentang langkah selanjutnya, dan membangun pertanggungjawaban bersama. Memimpin dengan memberikan pertanyaan menunjukkan bahwa Anda tidak memiliki semua informasi. Ini juga memungkinkan Anda untuk mendapat lebih banyak wawasan, perspektif, dan tantangan sebelum memutuskan apa yang dibutuhkan untuk mendukung karyawan dengan baik.

Meluangkan waktu untuk mengajukan pertanyaan sebelum memberikan feedback tidak akan menghilangkan ekspektasi Anda, kelugasan gaya komunikasi Anda, atau keterusterangan dalam membangun pertanggungjawaban bersama. Hal ini hanya menandakan jika Anda memilih untuk memahami pandangan orang lain sehingga Anda lebih mengetahui kapan harus berbagi perspektif dan feedback Anda.Keunggulan kompetitif jangka panjang dan terus menerus yang dapat dimiliki perusahaan adalah tenaga kerja yang terlibat dengan pekerjaan atau tenaga kerja yang belajar lebih cepat daripada pesaingnya. Budaya feedback yang sehat sangat penting untuk mencapai keunggulan tersebut. Untuk mencapai tujuan itu, para leaders harus terus berusaha untuk membangun lingkungan yang karyawannya merasa aman untuk meminta feedback dan memimpin dengan mengajukan pertanyaan untuk pemberian feedback dua arah yang efektif.

Sumber: Forbes (Tony Gambill, 6 Juni 2022)

Share your love
Facebook
Twitter

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *